Ujian Mandiri

3 05 2010

Sebulan lamanya sejak saya terakhir kali menulis di Blog ini dan saya merasa sudah tertinggal terlalu banyak hal yang (mungkin) menarik bagi saya, yang berarti juga ketinggalan untuk menulis beberapa hal menarik. Lalu? Sudahlah, bukan untuk membicarakan kealpaan saya tulisan ini.

Terinspirasi dari bacaan koran di Perpustakaan pagi tadi, dimana banyak artikel dari koran itu yang berbicara tentang PTN dan UU BHP (Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan). Tentu sebenarnya buka berita benar-benar baru lagi itu, tapi entah mengapa masih marak dibicarakan setiap hari. Memang, sudah dicabut Undang-Undang yang konon tidak adil bagi rakyat kecil karena PTN dianggap melakukan komersialisasi kesempatan pendidikan dengan adanya Ujian Mandiri yang berujung pada banyaknya pungutan dan sumbangan sejak pendaftaran tes hingga masuk kuliah. Nah, bagaimana dengan nasib Ujian Mandirinya tetapi?

Ada wacana bahwa Ujian Mandiri akan dihapuskan juga, dan segera muncul berbagai kontroversi mengenai hal ini. Bagi yang mendukung penghapusannya, mereka beranggapan bahwa Ujian Mandiri menyakiti perasaan rakyat kecil karena mahalnya biaya Ujian Mandiri lalu besarnya kuota masuknya. Menurut Kompas misalkan, pada tahun 2010 ini Universitas Gajah Mada hanya akan memberikan jatah 11% dari jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dari total kuota 7.145 dimana 4.000 diambil dari jalur Ujian Tertulis dan 2.179 dari jalur Penelusuran Bibit Unggul. Begitu pula dengan banyak PTN lainnya yang memberikan jatah masuk PTN melalui SNMPTN hanya sedikit kuota. Padahal SNMPTN itu diseleksi secara Nasional dan serentak se-Indonesia dan ditambah lagi biayanya yang relatif murah (Rp150.000 untuk tes IPA/IPS dan Rp175.000 untuk tes IPC), tentu saja pesertanya sangat banyak. Namun mereka yang berjuang melalui SNMPTN yang dianggap soalnya sangat susah harus “mengalah” dengan yang masuk dengan jalur mandiri.

Sedangkan bagi mereka yang tidak setuju dengan penghapusannya, beberapa dari mereka khususnya kalangan dari Universitas beranggapan bahwasanya PTN di Indonesia sangat butuh Biaya dan Sumbangan dari ujian masuk Mandiri itu dikarenakan dana dari pemerintah sama sekali tidak mencukupi biaya kebutuhannya. Menurut Kompas lagi misalnya, Institut Teknologi Bandung hanya menerima Rp185 Miliar dari total kebutuhan Rp700 Miliar sedangkan sisanya dari Mahasiswa dan Alumni serta Kerjasama Penelitian dan Proyek Ilmiah, dan juga Universitas Indonesia hanya menerima Rp300 Miliar dari total kebutuhan Rp1.400 Miliar dan sisanya harus diusahakan sendiri dari Kerjasama dengan Industri dan sumbangan Alumni. Memang, alasan kekurangan biaya menjadi salah satu argumen terkuat untuk menentang penghapusann Ujian Mandiri. Ketika saya berdiskusi singkat dengan guru saya tadi, beliau beranggapan bahwa mustahil PTN akan serta-merta menghilangkan salah satu sumber pemasukan terbesarnya secara total tanpa adanya alternatif lain seperti peningkatan pemasukan dari pemerintah.

Lalu, menurut saya pribadi permasalahan yang akan terjadi dengan ketiadaan Ujian Mandiri adalah jika hanya ada SNMPTN saja maka mereka yang ingin masuk PTN akan kehilangan kesempatan untuk mencoba beberapa PTN dikarenakan SNMPTN hanya diadakan sekali sehingga jika mereka gagal di SNMPTN maka mereka akan kebingungan kemana apalagi jika tidak mendaftar masuk PTS sebelumnya. Jadi menurut saya Ujian Mandiri juga memberikan kesempatan lebih banyak memang.

Aneh memang menurut saya, karena dua dekade lalu hanya ada satu jalur masuk tetapi tidak banyak permasalahan seperti sekarang. Ada pendapat?





Idealisme Pekerjaan

3 04 2010

(Entah bagaimana judulnya, terserah andalah)

Setiap orang wajar untuk selalu ingin hidup lebih baik dan lebih berkembang, maka dari itu banyak orang berharap untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik dengan berpenghasilan lebih dan prospeknya terjamin. Untuk mendapatkan pekerjaan seperti itu tentu saja diperlukan latar pendidikan yang baik dan beberapa bahkan membutuhkan sejumlah pengalaman untuk itu.

Ya, seperti itulah tipikal keinginan seseorang. Dimana seseorang ada kesempatan bekerja di tempat, atau di posisi dengan prospek dan penghasilan yang lebih baik mereka akan pindah kesana berharap hidupnya lebih berkembang dan memiliki berbagai pengalaman baru untuk hidupnya kemudian nanti.

Maka dari itu banyak orang yang dianggap cerdas menginginkan dan atau diinginkan untuk masuk kedalam bidang yang dianggap menjanjikan seperti Kedokteran, Ekonomi, Psikologi, Teknik, Hubungan Internasional, atau jurusan-jurusan yang dianggap memiliki prospek kerja yang lumayan dan akibatnya persaingan masuk kesana jadi ketat karena itu.

Begitulah jadinya, keinginan untuk menjadi lebih baik memang stereotipe manusia. Tapi bagaimana jika ada orang-orang yang tidak tertarik untuk hal seperti ini?

Semisal dulu saya diceritakan oleh guru saya, beberapa tahun lalu di sekolah saya ada seorang siswi di sekolah saya yang sewaktu kelas satu dan duanya mendapatkan peringkat satu seangkatannya. Tapi, dia saat kenaikan ke kelas tiga (saat itu penjurusan terjadi di kelas tiga) lebih memilih ke IPS yang padahal katanya dia jauh lebih pantas masuk IPA yang dianggap lebih berkelas dan berisikan anak-anak cerdas. Dan saat dia kuliah pun dia bahkan memilih untuk masuk Jurusan Sastra Cina yang notabene kurang difavoritkan di Jurusan IPS dibandingkan Ekonomi, Akuntansi, Manajemen, Hukum, ataupun favorit yang lainnya. Tapi demikianlah, rupanya itu memang benar-benar keinginannya murni sesuai idealismenya.

Jika semua orang-orang cerdas dan berbakat ingin masuk ke jurusan atau pekerjaan favorit saja lalu akibatnya jurusan atau pekerjaan yang tidak difavoritkan itu bagaimana nantinya tanpa orang-orang cerdas dan berbakat itu? Semisal jika semua orang cerdas dan berdedikasi ingin menjadi bos atau orang-orang dengan pekerjaan “tinggi” lainnya, bagaimana dengan bawahan2 bosnya atau orang-orang yang tidak berpekerjaan “rendah”? Tentu saja perlu orang-orang cerdas dan berdedikasi untuk pekerjaan-pekerjaan itu.

Intinya, tidak ada yang salah jika ada orang yang dinilai cerdas dan berpotensi tapi lebih memilih pekerjaan yang dirasa kurang “tinggi”. Semua hanya tergantung keinginan dan potensinya sendiri.

Sekianlah, dan jika anda kurang mengerti mohon maaf.





Musik Klasik

14 03 2010

Apakah anda menyukai musik klasik?

Musik Klasik

Catatan : Sebelumnya, saya ingin menerangkan bahwasanya musik klasik dalam bahasan saya ini saya batasi pada era abad ke-18 (tepatnya 1740-1830) dan musik di Eropa. Tidak termasuk musik Barok, Romantik, atau sebelum-sebelumnya serta musik diluar Eropa.

Baca entri selengkapnya »





Natal

25 12 2009

Dulu, ketika saya masih sekitar kelas 6 SD. Saya banyak membaca berbagai majalah Islam karena pada saat itu cukup terinspirasi dari om saya untuk mempelajari Islam lebih dalam. Dan ketika saya membaca majalah-majalah itu saya membaca berbagai tulisan baik itu artikel atau konsultasi tanya jawab. Dan beberapa artikel yang saya baca mengenai Natal di majalah-majalah itu merujuk pada satu hal, mereka tidak setuju bahkan mengharamkannya dikarenakan dianggap menyetujui bahwa Tuhan punya anak walaupun hanya mengucapkan selamat Natal.

Dan saya yang waktu itu masih kecil pun spontan terpengaruh oleh itu, dan saya yang menjelang Natal biasanya mengucapkan selamat ke Oma saya dari ayah yang beragama Protestan, saudara-saudara dan teman-teman yang Kristiani lainnya. Tiba-tiba menolak bahkan mengungkapkan bahwa saya tidak mau dan tidak akan mengucapkannya. Hal inipun mendapatkan pertanyaan dari ayah saya yang heran dengan sikap saya yang terkesan aneh. Beliau berkata, tidak ada masalah sebenarnya mengucapkan begitu saja. Tergantung niat katanya bukan?

Beberapa tahun setelah itu hingga saya kelas 2 SMA sekarang ini, serta setelah bergaul dan berdiskusi dengan lebih banyak orang dari berbagai latar belakang dan pemahaman serta membaca banyak bacaan seperti artikel, buku, dan sebagainya saya kembali berpikir, adakah yang salah dengan perayaan Natal itu sendiri? Apakah Natal itu tidak bermanfaat atau bahkan bermudharat? Mengapa tidak disukai bahkan hingga harus disambut dengan bom dan kerusuhan menjelang Natal?

Jika melihat dari prakteknya, sebenarnya tidak terlalu berbeda jauh dari perayaan Lebaran. Dalam esensi kekeluargaan dan kebersamaan misalnya, pada hari Natal orang-orang berkumpul bersama sanak keluarga , beribadah bersama, menyantap jamuan bersama, lalu mengunjungi sanak saudara dan kerabat , mereka menikmati kebersamaan dengan caranya yang berbeda dengan Lebaran tapi pada intinya adalah kebersamaan. Selain itu momen Natal juga sama-sama dimanfaatkan banyak orang untuk berbuat baik kepada sesama, ada yang mengisinya dengan memberikan sumbangan atau bahkan kerja sosial ke panti asuhan, panti jompo, atau ke pemukiman orang miskin.

Saya merasa momen-momen itu juga “religius” khususnya bagi yang merayakan mungkin, dan saya merasa perayaan seperti tadi baik kegiatan atau bahkan lagu-lagunya dapat menenangkan jiwa dan memberikan inspirasi baru. Tidak jauh berbeda dengan ketenangan dan perasaan bahagia yang dialami oleh mereka yang merayakan Lebaran bukan?

Maka dari itu, saya merasa secara praktek tidak ada yang salah dan seharusnya tidak disambut dengan kerusuhan dan bom. Terlepas dari berbagai hal, marilah kita menghormati mereka yang merayakannya dalam damai. Dan dengan ini saya mengucapkan, selamat Natal 2009 bagi yang merayakan dan Tahun Baru 2010! Semoga hari-hari kita selanjutnya semakin bisa diisi dengan kedamaian dan kerukunan.





Selamat Datang

17 12 2009

Saya menyambut anda ke dunia ini dengan lebih dari sekedar ucapan selamat datang, melainkan juga perasaan campur aduk aneh agak khawatir dan sebagainya. Ya, setelah sekian lamanya sejak kemunculan yang terakhir akhirnya anda muncul kesini. Mengagetkan memang dan cukup diluar dugaan mengingat kami sudah cukup uzur sebenarnya untuk menampung satu lagi. Tapi sudahlah, kami persiapkan sebisa mungkin.

Saya cuma mau bilang, anda datang di momen yang sangat tidak menyenangkan menurut saya. Dunia sudah kacau, manusia sudah gila serta rusak moralnya, alam diluar dugaan, dan entahlah. Bukankah konon katanya semakin tahun semakin buruk keadaannya? Semakin lama tanda akhir zaman semakin terlihat dan spekulasi tentang akhir zaman semakin banyak dan bermacam-macam.

Mungkin masa-masa awal keberadaan anda akan dimanjakan dengan berbagai teknologi canggih yang ada, serta berbagai fasilitas kemudahan lainnya. Selain itu gizi anda akan terasup dengan baik karena pangan dan air yang layak begitu mudah didapatkan. Lalu perkembangan anda beberapa tahun selanjutnya anda masih akan mendapatkan kemudahan dengan hidup yang semakin canggih.

Namun semakin besar dan tercerahkannya anda, anda harus menghadapi berbagai problema seperti perubahan lingkungan dimana bumi semakin memanas. Perubahan kehidupan sosial dimana hidup anda akan menjadi luas tapi sempit akibat perkembangan teknologi yang menggila. Moral semakin parah dan saya tidak tahu bagaimana akal bulus manusia di masa anda kelak. Sayapun tidak tahu bagaimana nasib negara karena hingga saat ini perkembangan negara memperihatinkan dimana pemerintahnya dan rakyatnya sama-sama tidak berhati. Sedangkan nasib dunia secara keseluruhan juga membingungkan, mungkin masa anda nanti akan ada perubahan basis?

Intinya, selamat datang di dunia gila ini. Terimalah keadaan dunia ini dan hiduplah bersamanya.





Salam Singkat

23 09 2009

Setelah melalui pergulatan batin yang terkesan rumit namun tidak penting, akhirnya saya mendapatkan “hidayah” untuk kembali menulis disini walau sekedar tulisan singkat dan tidak penting. Setelah beberapa lama semenjak tulisan terakhir saya, tanpa sadar status saya dalam dunia Blog adalah “Hiatus” dikarenakan kealpaan saya di dunia Blogging bahkan hanya untuk sekedar Blogwalking. Jujur saja, bersamaan dengan puasanya saya akan makan dan minum selama bulan Ramadhan kemarin yang juga meliburkan saya dari kegiatan keseharian saya (baca : sekolah) ternyata juga memuasakan dan meliburkan inspirasi dan gairah saya untuk menulis sekalipun saya selama liburan itu berjam-jam berinternet-ria

Kosongnya Blog ini juga bukan berarti karena saya tidak punya ide. Walaupun banyak ide yang bermunculan selama itu, biasanya hanya saya lampiaskan dalam diskusi-diskusi yang saya ajukan bersama orang-orang yang akomodatif, atau bisa juga saya lampiaskan kedalam bentuk Microblog milik saya di Plurk maupun Twitter yang tentunya lebih berpotensi mengundang diskusi dan mampu disimpan dalam waktu lama dibandingkan dengan diskusi yang tadi saya sebutkan yang kadang malah hanya menjadikan segala ide-ide saya sebagai retorika belaka.

Saya jadi berpikir juga, betapa banyaknya ide-ide saya yang kebanyakan tidak jelas itu terbuang sia-sia di Microblog bukannya dijabarkan lebih lanjut dalam Blog (Hal ini pernah dibahas juga oleh Xaliber lewat Facebooknya)., juga ide-ide yang terbuang sia-sia dalam percakapan lewat Yahoo Messenger. Membuat saya terpikir untuk mengumpulkan ide-ide yang pernah tertulis di Microblog saya (Karena Yahoo Messenger sejarahnya tidak bertahan lama maka percakapan-percakapan yang dulu-dulu hilang semuanya T_T). Karena pada suatu kesempatan saya pernah menelusuri Timeline Plurk saya sewaktu peringatan “ulang tahun” Plurk pertama saya pada 3 September 2009, saya menelusurinya hingga setahun sebelumnya yaitu pada 3 September 2008. Saya melihat betapa banyaknya ide yang kebanyakan bodoh ada dan belum sempat dijelaskan. Oleh sebab itu, saya terpikir untuk mengumpulkan dan menyatukan dalam satu file disini. Lagipula, terkesan seperti mengumpulkan jurnal harian bukan?

Akhir kata, sekianlah dulu salam singkat dari saya ini. Jika dalam beberapa minggu kedepan saya masih belum mengupdet Blog ini atau belum Blogwalking. Tandanya saya sedang sibuk karena urusan sekolah, atau bisa juga sedang dalam “studi”, atau terjebak dalam suatu hal yang menyebabkan saya tidak bisa menuliskan ide-ide saya.





Geografi

9 09 2009

Geografi atau dalam Bahasa Indonesia disebut juga Ilmu Bumi. Ilmu yang mencakup Bumi dan Alam Semesta ini dalam kurikulum pendidikan SD hingga SMA dimasukkan sebagai cabang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat IPS. Jadi, tatkala mengalami penjurusan di SMA pada kelas 2 atau beberapa sekolah pada kelas 1 semester 2, mata pelajaran satu ini digolongkan sebagai pelajaran untuk jurusan IPS. Sedangkan jurusan IPA tidak mendapatkan pelajaran satu ini.

Suatu hari, saya terinspirasi dengan percakapan teman saya mengenai perihal pelajaran ini

“Gw anak IPS belajar Geografi padahal nanti kuliah kan Jurusan Geografi harus dari IPA, sedangkan lo pada anak IPA malah gak dapet Geografi padahal bisa masuk Jurusan Geografi. Seharusnya Geografi itu masuknya ke IPA, bukan IPS”

Saya jadi terpikir juga mengenai masalah ini, mengapa pelajaran Geografi dimasukkan kedalam Ilmu Sosial sedangkan di kuliah nanti malahan Geografi digolongkan dalam jurusan Ilmu Alam yang dimana anak IPS tidak bisa masuk kesana kecuali dengan mengikuti IPC yang tentu saja dengan susah payah harus mempelajari pelajaran IPA selama 3 tahun di SMA.

Tidak sinkron rasanya jika seperti ini, mereka yang telah belajar Geografi secara mendalam selama SMA malahan jadi tidak bisa melanjutkannya jika kuliah nanti. Sedangkan yang tidak mempelajarinya malahan yang memiliki kesempatan untuk masuk, yang tentunya membuat ketika masuk kesana menjadi cukup kaget karena di SMA ketika terspesialisasi tidak mendapatkan Geografi.

Bagaimana pendapat anda?





Nilai? Penting gak sih?

7 08 2009

Jika kemarin saya berbicara mengenai PR, saya kali ini lebih tertarik membicarakan nilai. Mengapa? Dalam sistem pendidikan di Indonesia seringkali terlalu membesar2kan nilai angka. Nilai dianggap sering kali benar-benar mencerminkan si siswa tersebut dalam pelajaran itu. Jika nilainya bagus, dianggap pintar dan tuntas. Jika nilainya tidak bagus, dianggap kurang pintar dan harus mengulang materinya itu.

Anggapan bahwa nilai sangat menggambarkan itu menyebabkan adanya suatu patokan nilai. Nah, urusan ini yang membuat saya bingung. Mengapa? Karena jika siswa nilainya dibawah standar, harus diulang hingga mencapai ketuntasan. Hal ini saya kurang suka sebenarnya, karena ini namanya standarisasi paksa. Seharusnya nilainya dibiarkan sehingga lebih terlihat perbedaan antar siswa itu. Bukannya sombong, tapi agar mereka juga terlihat lebih jelas bagaimana perbedaan kemampuan mereka.

Lalu? Bagaimana? Menurut saya sebaiknya nilai tidaklah perlu ada standar, karena standarisasi nilai menurut saya penuh kepalsuan. Lagipula, saat ini seharusnya janganlah mematok standar. Tetapi seharusnya siswa lebih diajak supaya memperoleh nilai setinggi2nya.

Standarisasi yang paling menyebalkan menurut saya adalah antara UN dan sekolah negeri, NEM dianggap sebagai dewa oleh penerimaan sekolah negeri, NEM hampir merupakan segalanya. Jika NEMnya jelek, maka hanya mendapat sekolah Negeri yang jelek.

Walaupun saya mengatakan demikian, namun saya rasa sistem yang saya ungkapkan memang sulit diterima.

PS : Agak ngaco memang, sori ^^





Kelas 2 SMA

5 08 2009

Kelas 2 SMA, masa yang sering dianggap sebagai masa-masa terindah selama kehidupan SMA. Karena, disamping sudah terjurus mata pelajarannya. Karena sudah tidak berada dalam tekanan kakak kelas seperti kelas 1 atau belum mempersiapkan diri untuk Ujian Akhir dan persiapan untuk masuk ke perguruan tinggi. Karena tekanannya relatif lebih ringan dibandingkan anak kelas 1 yang belum terjurus, banyak kegiatan, dan dibawah bayang2 kakak kelas dan anak kelas 3 yang terlalu sibuk mempersiapkan ujian.

Biasanya, anak-anak kelas 2 akan menggunakan “keringanan” ini untuk berekspresi dan menunjukkan diri. Mereka menjadi “penguasa” kegiatan sekolah, merekalah pengurus organisasi-organisasi sekolah seperti OSIS, MPK, maupun ROHIS, dll. Lalu juga mengurus kegiatan Ekskul, serta Pensi dll.

Karena begitu, banyak siswa kelas 2 SMA yang aktif khususnya ingin “merajai” segala kegiatan itu. Segala kesempatan diambillah. Dan jadilah mereka sibuk dalam urusan2 itu.

Lalu? Apakah yang sebenarnya saya ingin sampaikan?

Ternyata, pelajaran anak kelas 2 SMA (terutama IPA, kurang tahu yang IPS) jauh lebih susah dibandingkan kelas 1 maupun kelas 3 nantinya (karena banyak mengulang atau hanya sebagai bentuk modifikasi). Dikhawatirkan dengan banyaknya kegiatan, menjadi suatu gangguan besar dalam urusan akademik.

Jadi, walaupun kegiatan2 itu juga bersifat mendidik, karena melatih kepemimpinan, berorganisasi, dan sebagainya. Kegiatan akademik kurikulum juga tidak bisa diabaikan begitu saja, ingatlah bahwa fokus utama yaitu mengejar kurikulum sekolah tidak bisa diabaikan.

Intinya, selamat mengurus Organisasi, Ekskul, dll. Wahai anak-anak kelas 2, tapi harap jangan lupa untuk tetap mengejar pelajaran





Menolak PR

2 08 2009

Pekerjaan Rumah atau PR adalah hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sekolah, setiap hari seringkali siswa2 diberikan PR dari berbagai pelajaran. Ada PR yang berupa mengerjakan soal, mencari artikel dan dikomentari, atau sebagainya. Terkadang ada yang berkelompok juga, ya intinya begitulah.

To The Point. Yang saya ingin sampaikan saat ini adalah, bahwa saya secara pribadi kurang setuju dengan keberadaan PR, kenapa?

Menurut saya pribadi, anak-anak sekolah di Indonesia sudah terlalu banyak waktunya disita oleh waktu sekolah, khususnya SMP dan SMA. Mereka berada di sekolah sejak pagi (bahkan lebih pagi daripada waktu kantoran), hingga sore. Atau bahkan yang merasa kurang dalam suatu bidang bisa saja mengambil les tambahan sehingga bisa saja sampai malam. Jika sudah demikian, dimanakah waktu untuk urusan lainnya?

Walaupun kurang setuju, saya tetap saja menganggap PR (yang memang benar2 tidak bisa dilakukan di sekolah) itu penting dan harus ada. Mengapa? Kehidupan selanjutnya akan lebih rumit, mereka bahkan harus mengambil waktu lebih banyak sehingga harus meninggalkan keluarganya. Jadi sebagai latihan untuk masa depan.

Tapi, tetap saja saya kurang setuju. Menurut saya pribadi saja, kehidupan sekolah dan kehidupan diluarnya tidak mau saya gabung. Jadi saya akan mengerjakan urusan sekolah di sekolah, urusan rumah di rumah. Hal ini yang membuat saya sering mengerjakan PR di sekolah.

Jadi, kesimpulan yang saya ingin berikan adalah. PR itu perlu, tetapi jika bisa dilakukan di sekolah sendiri mengapa tidak?

PS : Hanya pendapat pribadi yang kompleks, tanggapan dengan cara yang baik dipersilahkan