Para murid sekolah terutama yang telah kelas 6/9/12, seringkali mengikuti kegiatan satu ini. Ya, mereka membutuhkan sejumlah tambahan pelajaran terutama jika pelajarannya itu dinilai sulit dan vital
Tapi tahukah anda, sejumlah guru kurang setuju atau bahkan tidak suka dengan Bimbel. Seperti yang dikutip dari guru Sosiologi saya kmren pagi
Kalian tahu, saya sebenarnya salah seorang yang tidak suka dengan bimbel. Mengapa? Karena jika murid2 yang ikut bimbel nilainya bagus, orangtua mereka akan bilang. “Iya, anak saya ini jadi begini karena ikut bimbel XXX”. Tapi jika murid2 yang ikut bimbel juga nilainya jelek, orangtua mereka akan bilang. “Gurunya sih di sekolah ngajarnya gak bener, gini kan?”. Makanya saya gak suka dengan Bimbel
Hal ini bukanlah satu2nya alasan beliau, ada lagi.
Saya pernah mengajar di suatu Bimbel, dan saya melihat pemandangan yang tidak mengenakan. Guru bimbel merokok di kelasnya dengan santai di depan murid2nya. Padahal saya saja seumur2 gak pernah berani merokok di depan murid2 saya
Itulah yang sekiranya menjadi suatu alasan mengapa guru saya tidak suka, bimbel telah merubah paradigma para orang tua murid. Mereka menjadi melupakan perjuangan guru, terlalu mengandalkan bimbingan belajar. Hal ini juga mengurangi semangat belajar pada murid di sekolah, jika mereka bingung tidak berusaha untuk bertanya. Mereka lebih mengandalkan bimbel ketimbang guru sekolah.
Akibat dari hal tersebut, semangat murid untuk belajar di sekolah menjadi berkurang. Guru sekolah menjadi kehilangan semangat dan “greget”, secara tidak langsung sumber utama ilmu pengetahuan pindah dari sekolah ke bimbel itu sendiri. Daripada bertanya ke guru sekolah, lebih baik ke guru bimbel. Mengesalkan bagi guru
Dan mengenai kalimat guru saya yang kedua, memang benar. Guru Bimbel lebih cuek biasanya, mereka hanya mengajar ,tidak lebih (Terutama les yang ecek2). Mengajar seenaknya tanpa etika yang baik, makanya guru saya menyayangkan hal itu.
Semua ini kembali kepada sistem pendidikan pemerintah yang terlalu mementingkan nilai. Akibatnya murid hanya mengejar nilai tanpa mengetahui inti dibaliknya. Jadilah seperti ini
Menurut anda?
Ya. Setuju. Guru bimbel memang lebih cuek. Tp kdang ada kok yg baik sangadh.
Humm…gmna ya. Aku les sih, tp ortu ku ga meragukan perjuangan guru di skolah jg.
Lagian kan kalo les itu, bagi aq buat nambah2in ilmu. Nyari2 soal, nge bank soal.
Guru2 ku malah pernah bilang gini sama murid2 yg les di **.
Kalian ini kan les di **! Tunjukkan dong kemampuan kalian. Uang habis di pake buat les, bahkan lbih mahal dr bayar uang skolah. Masa di kelas masi melempem?
Yah, memang gitu. Mau les di mana pun jg, percuma kalo emang ga ada niat belajar dr anak. *lah? kok nyambung ke sana?*
Guru ku pernah bilang. Les itu cm sarana evaluasi.
Kalo blajar di tempat les itu butuh pemahaman dasar yg di dapat dr skolah. Kalo misal nya di skolah aja ga ngerti apa2, yaaa…gmna bs les di luar,
Di les kan nyampur2 tuh anak2 dr sma lain. Jd, kalo mau tau konsep dasar yaaa, emang guru di skolah punya job itu. *lah lah?*
Nyem…
*hetrik sambil berlalu*
Jadi inget wejangan dari Mbah Mustafal.
Beliau konon malah lebih suka mengajar di bimbel karena menurut dia murid itu justru lebih niat belajar di bimbel ketimbang di kelas. D sekolah banyak pengganggu dan keperluan lain (ngegaul, urusan organisasi) sedangkan di bimbel murid2 lebih fokus. Jadi memang katanya bimbel itu lebih enak. Kata dia…Ah tapi ini kasus berbeda.
Bimbel. Saya selalu merasa bimbel itu akar masalah kenapa guru suka nafsu ngasih soal yang susahnya kayak datang dr neraka. (ucapan siswa bodoh)
Bimbel itu…menaikkan taraf siswa. mau ga mau harus diakui seperti itu. Bimbel memberi standar lebih, maka sekolah terpacu untuk membuat murid semakin nggilani (setidaknya di lepsekul saya lihat seperti itu 🙄 ).
Melihat kutipan di yang pertama. Itu bukan salah bimbel, salah orang tuanya toh. Kenapa menyalahkan orang. Saya jadi penasaran bagaimana kalau ada orang tua yang sudah bayar mahal pada bimbel tertentu tapi anaknya masih dodol juga. Mau ngomong apa ya mereka?
Kutipan kedua. Meskipun saya juga tidak suka tindakan itu, tapi yah itulah konsekuensi pendidikan non-formal. Lingkungannya mungkin secara fakta bukan lingkungan akademik yang di mana secara peraturan ada larangan untuk melakukan hal seperti itu. Saya rasa kalau saja tidak ada larangan merokok di sekolah guru juga akan mengajar sambil merokok. Itu kembali ke sifat si tutornya. Ah, tidak menyelesaikna masalah…Intinya itu sih konesekuensinya pendidikan non-formal.
Kalau guru bimbel hanya mengajar…ya, wajar. Jelas mereka hanya dituntut untuk ‘membimbing belajar’. Sedangkan guru adalah orang tua di sekolah, orang tua tidak hanya berkewajiban untuk mengajar. Tapi juga mengurus, memberi kasih sayang, memerhatikan, pret. Di sini perlu pemahaman mengenai jurang pemisah antara pendidikan formal dan informal. Tetapi kembali pada sifat alamiah sang tutor. Saya pernah punya guru privat, dan dia seperti guru bagi saya. Bukan cuma mengajar, mengobrol, bermain, beragama.
Ah, sudahlah… :3
*ucapan seorang yang ga pernah ikut bimbel*
Setuju lagi dgn Lemon.
Eh, tp bener loh. Ada beberapa tmpet les yang satu kelas nya rame banget. Sampe2 bukan nya belajar, tp malah nge gossip. Sampe bahkan ga kedengeran apa yg di bilang si guru les. Ga fokus lg jadi nya.
Tp ada juga sih tmpet les yang murid nya di batasin cuma 7 org. Dan aq betah begituu…
Kalo bimbel memang dirasa sehebat itu, mending anak-anaknya keluar dan nggak usah sekolah lagi, trus ‘disekolahin’ full-time saja di bimbel ^^;
Di sisi lain, orangtua juga masih melihat prestise nama sekolah… >_>
bimbel tuh sebenarnya cuman buang2 uang..
Sori baru jawab
@Mi Chan : Ya betul kata anda, kembali ke masalah muridnya sendiri masing2.
@Lemon : Jangan salah lho, ada orang yang masuk ke bimbel buat rame2 belajar ama temennya, secara dia gak sekelas ama temen2nya di sekolah
Jadi yang ada malah tambah parah (Kasus Pribadi waktu 3 SMP)
@Catshade : Bimbel itu sama aja sih dengan Homeschooling jika ngeliat dari sisi kayak gitunya
@Taruma : Bisa jadi, sekali lagi tergantung manusianya
Komen pendek aja =P
*emang biasanya selalu ngomen pendek-pendek
Jujur aja,, dari SD ampe SMA kelas 1 sy lom pernah ikut bimbel sekalipun, kecuali yg program (wajib) dari sekolah,,
alasan utamanya? Karena
malasmerasa masih belum begitu membutuhkan, saia pribadi masih memanfaatkan jasa ayah saia sebagai guru privat kalo ada pelajaran yang lom dimengerti 😛Yaah.. Emang ‘niat’nya lom ada sih,, sy mungkin baru akan gabung bimbel nanti kelas 2 SMA
ketika bahan fisika dan matemnya semakin naujubillah[/out dari topik]
Tapi memang sih,, dalam entry ini,, Bimbel hanya dijadikan semacam “tameng” oleh ortunya,, dan saia emang kurang suka. Tapi di sekolah sy budaya “bimbel” nya baru dianut 20% siswa saja sih (sisanya pake jasa guru sekolah yg ngajar jadi guru privat), jadi saia lom begitu tahu pasti juga =w=
[pada akhirnya yang “on topic” cuma 1 kalimat]
halo anak buahnya genryuusai=))
emm.
menurut saya, memang benar apa yang anda katakan..
banyak siswa yang mengikuti bimbel itu terkesan tanpa ada motivasi dan niat..
kebanyakan sih hanya sekedar absen, terus di sana cuma cari temen ngobrol doang…
hanya segelintir aja yang bener2 memiliki motivasi..
tapi, sebenarnya bimbel ini sangat bermanfaat bagi para siswa yang mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar..
bimbel selalu memberikan solusi kepada para siswa..
selain itu, suasana bimbel yang cozy, juga membuat para siswa lebih merasa nyaman, ketimbang yang di sekolah..
Hmm… gimana yah… ada banyak hal yang mempengaruhi sih. 😐
Kalau dari yang saya lihat sih terutama jumlah murid yang kelewat banyak dalam sekelas, sehingga guru (atau pengajar) kehilangan kontrol kelas. Mau di sekolah kek, mau di bimbel kek, selama jumlah murid kelewat banyak, percuma, kegiatan belajar-mengajar tidak akan berlangsung dengan baik.
Kalau sudah kayak gini, menurut saya gurulah yang mesti cari strategi agar murid bisa senang dan ngerti ikut pelajaran dia di sekolah. Gak mungkin kan terus-terusan menyalahkan bimbel? >_>
Tapi lepas dari semuanya, saya paling nggak suka kalau ada yang bilang kalau murid tuh pintar karena ikut bimbel, karena… yah, gimana ya… jadi kayak kesannya bukan karena tuh siswa usaha sendiri, tapi karena sekadar diajar oleh bimbel itu. Lagian… emangnya kita bakal langsung ngerti di bimbel kalau guru di sekolah tidak mengajarkan (setidaknya) dasar-dasarnya? 😐
Saya pernah ikut bimbel, itupun hanya sekadar mengejar ketertinggalan pelajaran selama cuti sekolah karena sakit. Lepas dari itu, saya menghindari bimbel.
(….aduh, maaf jadi panjang. u_u )
izinkan mbah kakung nimbrung ya nak
i believe that childrens are our future
teach them well and let them lead the way
mau bimbel mau sekolah, semua tuh cuma jalan
tujuan dan produk akhirnya yang penting
kalian merasa sukses nggak?
Murid saya punya pengalaman mengesankan alias mengenaskan. Suatu ketika saya memberi PR kepada murid-murid di kelas. Keesokan harinya, salah satu murid saya, yang kebetulan mengikuti les privat di lembaga bimbel terkenal (pxxxxxxxx), didapati nilainya benar semua. Setelah saya minta untuk maju dan menjelaskan asal-usul jawaban dari pertanyaan PR saya, anak tersebut tidak sanggup memberikan apa yang saya minta. Setelah saya selidiki, ternyata yang mengerjakan PR itu adalah guru lesnya di lembaga bimbel itu. Mengenaskan ya?!
Kualitas pendidikan seorang anak, memang tidak bisa dilihat dari prestasi belajar melulu. Kemajuan moral dan psikologi anak juga perlu dilihat. Seringkali orang tua menuntut agar anaknya belajar selama mungkin (baik di sekolah, rumah, atau di lembaga bimbel). Namun orang tua tidak memperhatikan bagaimana si anak mendapat kasih sayang, perhatian, dan bimbingan rohani.
Untuk itulah peran guru di sekolah sangat menentukan di sini. Lain halnya dengan guru di les privat / bimbel yang hanya mementingkan honor atau prestasi bagi dirinya sendiri. Guru di sekolah bukanlah guru yang hanya mengajari siswa agar pintar dan cerdas dalam hal kognitif, melainkan `orang tua` yang bertugas membimbing dan mengarahkan siswa pada keputusan, jalan keluar, atau harapan yang benar.
Sebagai guru di sekolah, jika saya disalahkan oleh orang tua jika anaknya tidak berhasil, saya akan merasa terdorong untuk melakukan yang lebih baik dan mengurangi yang tidak baik. Proses pendidikan seseorang memang tidak akan berhenti pada jenjang pendidikan di sekolah. Perlu proses yang sangat panjang dan rumit. Kita, orang tua dan guru, hanya berperan untuk membimbing, mengarahkan, dan mengawasi anak untuk berkembang secara wajar (tidak dipaksakan), dan berkreasi sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki anak. Tidak kurang – tidak lebih.
tapi, di bimbel, saia lebih bebas untuk bertanya..
banyak guru di sekolah saia yang terkesan ogah-ogahan kalo ditanyai macem-macem.
seperti guru bio saia di sekolah, bio menurut saia adalah pelajaran yang susah, tapi guru saia malah kek nyepeleinya dengan menenrangkan dengan duduk saja di kursinya dan hanya membaca ulang di buku, nah, murid-muridnya jadi seperti orang tolol yang menunggu ada yang membacakan bukunya oleh dari guru tersebut.
kalo di bimbel, para guru pengajarnya dituntut untuk lebih profesional dalam mengajar.
di bimbel sih gurunya emang terima pertanyaan dari murid trus ngajarnya santai, jadi muridnya lebih enak kalo mau nanya ini-itu yang nggak kejawab pas nanya ama guru di sekolah..
tapi pas kelas 6 gw ikut bimbel, nyaris semua murid yang gw liat pada ga niat gitu kok.. belajar nggak, nyontek iya.. diskusi nggak, becanda iya.. jadi bimbel ga terlalu ngefek deh, toh mayoritas muridnya gitu2 aja kok, ga ada banyak kemajuan..
kalo di sekolah sih malah guru gw kadang ngomong gini:
‘kamu kan les di xxx, masa gini aja ga bisa?‘
*blogwalking* =))
Pertanyaan yang ada di kepala saya: mengapa dulu didirikan BimBel?
aku aja bimbel pas kelulusan SMA kemaren sering bolos
lumayan baguslah, memang perlu kita kritisi bimbel itu. Hehehe
Wadokh.. yang saya senangi dari bimbel ituh…
kebanyakan sih ber-AC, jadi dingiiinnn… Kagak kaya di kelas, sumpek, lepek, dan panas..XD
*ga nyembung*
Yang saya benci dari bimbel ituuhhh..
1. Kadang-kadang, murid cuma dicekoki rumus-rumus praktis, yang membuat mereka lupa akan konsep asli.
Bukti nyatanya saya lihat sendiri waktu teman saya ngerjain kuis kimia di depan kelas. Jawaban dia, IMO bener, karena emang bener kaya di buku. Tapi kemudian, jawaban dia diubah, ngekor jawaban gurunya yang di bimbel, dengan sebab-musabab kenapa dia milih ngeganti jawaban yang sebenernya udah haqqul bener dengan jawaban yang belom dia pahami konsepnya itu. Kontan aja, si guru kimia begitu tahu gitu, langsung nyembur tiada ampun ke si temen saya itu.
2. Bimbel ngabisin duit
Iyalah, bayarnya sampe jutaan, padahal masuknya ngga full Dari Senin kembali ke Senin lagi. OK, kita terima bahwa fasilitas di bimbel notabene lebih lengkap dibandingin sama di seklah, tetapi bila kita bandingkan dengan outputnya, ohoo.. patut dipertanyakan.
3. Bimbel… bisa switch kelas
Ini dia, salah satu fasilitas yang paling asoy di bimbel menurut saya. Bimbel ngasih kesempatan muridnya buat switch kelas, kalo emang ada halangan di siswanya. Asik tuh, ga bosen kan ama guru yang itu-itu aja. Kalo di sekolah, mau switch kelas, kita bisa ditempeleng ama walikelas.
4. Bimbel itu.. IMO, bukan musuh guru sekolah, tetapi malah membantu meringankan beban guru sekolah.
Kenapa? Kasarannya begini, kalo emang muridnya dodol banget, di sekolah diajar ampe berbusa-busa itu mulut gurunya, di bimbel kan entah bisa atau tidak, dia kan dapat tambahan ilmu dari orang yang berbeda, yang mungkin bakal sedikit make sense ke dia, dan mungkin juga memperbesar indeks penyerapan ilmu ke uteknya. Dan juga mengingat bahwa tugas guru bukan hanya mengajar secara formil, dalam artian hanya memberikan materi seperti yang sudah ditetapkan kurikulum nasional, tetapi menanamkan nilai-nilai luhur sebagai bekal siswanya untuk terjun di dunia masyarakat. Otomatis, tugas guru kan bakal dipermudah dengan adanya bimbel. Guru tinggal menanamkan budi pekerti sesuai mata pelajaran yang dipegangnya, dengan lain tanggung jawab moril, dan sisanya, tanggung jawab kepada kurkulum dibereskan sama guru di bimbel.
Kan jadinya saling melengkapi tuh..:P
Yah, sekali lagi, CMIIW dehh.. XD
bimbel sih mungkin bukan musuh sekolah, tapi biasanya anak2 yg udah ikut bimbel jadi gak begitu serius di kelas gara2 mikir, “ah, kan ntar juga ikut bimbel diulang pelajarannya”
& gw denger sih katanya guru2 bimbel banyak yg kurang kompeten, jadinya bimbel gak ngaruh banyak ke nilai murid